Sabtu, 09 Januari 2016

WONG MATI

anda bercerai atau memutuskan untuk bercerai dari pasangan anda, hak-hak yang anda dapat peroleh, adalah sebagai berikut:

I. HAK UNTUK MENGAJUKAN NAFKAH

Dalam pasal 41 huruf c UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan, akibat putusnya perceraian adalah pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan / atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Ketentuan ini biasanya diterapkan di Pengadilan Negeri, sedangkan untuk Pengadilan Agama, hakim selalu berpatokan pada Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Dalam pasal 149 KHI, yang mengatur kewajiban bekas suami untuk memberikan nafkah selama masa iddah kepada bekas istrinya kecuali bekas istri nusyuz (membangkang kepada suami) atau talak bain (pihak istri yang mengajukan gugatan cerai). Artinya, Pengadilan Agama akan mewajibkan bekas suami memberikan nafkah iddah dan Mut’ah (pemberian bekas suami kepada bekas istri sesuai dengan kemampuan bekas suami) jika suami anda yang mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan.

Mengingat UU Perkawinan secara hirarki perundang-undangan lebih tinggi posisinya dibanding Kompilasi Hukum islam, disarankan agar dalam mengajukan nafkah, anda menggunakan pasal 41 huruf c UU No. tahun 1974 tentang Perkawinan.

Khusus bagi istri seorang PNS, apabila suami anda yang mengajukan perceraian, anda berhak untuk mendapatkan 1/3 dari gaji bekas suami apabila ada anak dan mendapat 1/2 dari gaji suami jika tidak ada anak. Apabila anda yang mengajukan perceraian, anda tidak berhak atas gaji suami kecuali alas an perceraian karena anda dimadu.

II. HAK UNTUK MENGAJUKAN PEMELIHARAAN DAN BIAYA PEMELIHARAAN ANAK

Apabila perkawinan anda dan suami dikarunia anak, UU mengatur tentang kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak serta biaya pemeliharaan dan pendidikan pasca perceraian. Pasal 41 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan:

  1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban rnemelihara dan mendidikanak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak. Pengadilan member keputusannya.

  2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Dalam prakteknya, berdasarkan pasal 105 KHI dan Yurisprudensi, pemeliharaan / pengasuhan anak-anak yang di bawah umur diserahkan kepada ibunya. Namun, sejak keluarnya UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pengadilan dalam memutus hak pemeliharaan anak selalu mempertimbangkan hal yang terbaik untuk kepentingan anak (dengan melihat siapa yang lebih peduli dengan perkembangan jiwa, kesehatan dan pemeliharaan anak-anak selama ini).

III. HAK ATAS HARTA BERSAMA

UU Perkawinan mengatur tentang harta suami istri selama perkawinan, yakni:

  • Seluruh harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (Pasal 35 ayat 1).

  • Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (Pasal 35 ayat 2).

  • Mengenai harta bersama, suami isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.

  • Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hokum mengenai harta bendanya.

  • Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Khusus bagi anda yang menikah secara agama Islam, aturan tentang harta bersama lebih terperinci !agi, yakni dalam pasal 85 97 KHI. Selain mengatur tentang hal yang telah diatur dalam pasal 35 — 37 UU Perkawinan seperti tersebut di atas, KHI mengatur juga tentang hak dan kewajiban suami istri, bentuk harta bersama, pertanggung jawaban hutang, aturan tentang harta bersama dalam perkawinan poligami:

  • Kewajiban suami dan istri untuk menjaga harta bersama, harta suami maupun harta harta istri (pasal 89 90 KHI).

  • Harta bersama dapat berupa benda berujud maupun tidak berujud. Benda berujud meliputi benda bergerak, benda tidak bergerak dan surat-surat berharga. Benda tidak berujud dapat berupa hak dan kewajiban (pasal 91 KH1).

  • Suami atau istri tanpa persetujuan dari pihak lain tidak dapat menjual atau memindah kan harta bersama (pasal 92 KHI) dana apabila ada perselisihan tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan tersebut dapat diajukan kepengadilan agama (pasal 88 KHI).

  • Anda dapat mengajukan permohonan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan / gugatan cerai, apabila suami melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabok, boros dan lain sebagainya (pasal 95 KHI).

  • Pertanggung jawaban terhadap hutang suami atau hutang istri dibebankan kepada harta bawaan masing-masing. Pertanggung jawaban terhadap hutang untuk kepentingan keluarga dibebankan kepada harta suami, apabila harta bersama tidak mencukupi dibebankan kepada harta suami, jika harta suami tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri (pasal 93 KH1).

  • Kepemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau yang keempat (pasal 94 KH!).

  • Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi pasangan yang hidup lebih lama (pasal 96 KH!). Apabila terjadi cerai hidup, masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan (pasal 97 KHI).

IV.  BAGAIMANA DAN DIMANA GUGATAN DAPAT DIAJUKAN?

Bagi anda yang menikah secara agama Islam, pengajuan gugatan hak pemeliharaan anak, tuntutan biaya pemeliharaan dan pendidikan anak, tuntutan nafkah bekas istri dan pembagian harta bersama dapat diajukan secara bersama dengan gugatan perceraian di Pengadilan Agama (pasal 66 ayat (5) dan pasal86 ayat (1) UU No. 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama). Walaupun pada prakteknya, ada Pengadilan Agama yang menolak untuk memutus perkara tersebut sekaligus jika antara suami atau istri tidak keberatan tentang perceraian dan terjadi ketidak sepakatan tentang tuntutan lainnya (hak pemeliharaan anak, nafkah dan harta bersama).

Sedangkan bagi anda yang menikah secara agama lain selain agama Islam atau perkawinan yang tercatat di Kantor Catatan Sipil, gugatan hak penguasaan / pemeliharaan anak dan biaya pemeliharaan serta pendidikan anak, dapat digabung dengan gugatan perceraian. Sedangkan gugatan nafkah dan harta bersama hanya dapat diajukan secara terpisah atau setelah putusan tentang perceraian berkekuatan hokum tetap (BHT).

Bagi anda yang tidak mampu, anda dapat mengajukan gugatan secara prodeo (cuma-cuma), dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan setempat. Berdasarkan Pasal 608 ayat (2) UU No 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua UU tentang Pengadilan Agama dan SEMA No. 10 tahun 2010, Pengadilan menyediakan bantuan hokum dan pemeriksaan perkara secara cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

V. APA SAJA YANG PERLU ANDA PERSIAPKAN SEBELUM MENGAJUKAN GUGATAN HAK TERSEBUT?

  1. Untuk gugatan hak pemeliharaan anak, anda harus dapat membuktikan bahwa andalah yang lebih peduli tentang pemeliharaan, kesehatan, pendidikan dan perkembangan jiwa dan tumbuh kembang anak, melalui keterangan 2 (dua) orang saksi dan bukti tertulis lainnya, misalnya: surat keterangan psikolog, pskiater, kwintansi, dll.

  2. Untuk gugatan nafkah, anda harus dapat membuktikan bahwa suami / bekas suami mempunyai kemampuan untuk membiayai nafkah / penghidupan anda setelah bercerai, melalui keterangan 2 (dua) orang saksi, slip / bukti penerimaan gaji dari suami, SK suami, kontrak kerja suami yang terakhir, slip pembayaran pajak, dll.

  3. Untuk gugatan harta bersama, anda harus dapat membuktikan bahwa harta yang anda gugat adalah harta bersama, melalui keterangan 2 (dua) orang saksi, surat-surat kepemilikan benda berujud dan benda tidak berujud. Apabila anda tidak menyimpan surat asli, legalisir terlebih dahulu salinan yang anda miliki keinstansi yang mengeluarkan surat-surat tersebut.

Perceraian bukanlah akhir dari segalanya tetapi jadikanlah itu sebagai langkah awal untuk memulai kehidupan baru yang lebih baik

Sumber : LBH APIK Jakarta dengan Assosiasi LBH APIK Indonesia dan OXFAM Australia.
Sumber : http://www.katalogibu.com/wp-content/uploads/2014/04/Psikologi-anak-terhadap-perceraian-katalogibu.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar